Jumat, 13 Oktober 2017

10 Nopemberan 2015


Gelak tawa dan teriakan-teriakan terdengar di sebuah ruangan di lantai 7, Spazio, Surabaya. Tepatnya, di Forward Factory, sebuah co-working space yang baru saja dibuka untuk umum.

Wong-wong iku duduk wong gendheng opo maneh lagi kesurupan. Mereka sedang menonton acara Pemutaran Animasi 10 Nopemberan yang diadakan AnimaSub, Selasa, 10 November 2015 kemarin.

Koyok opo seh serune acara iku sampek-wong-wong mau kemengkelen? Wes ta lah, rugi lek gak hadir.
Acara ini memang menghadirkan 10 film animasi pendek karya anak-anak negeri. Yakni, Adit & Sopo Jarwo, Culoboyo, Kuku Rock You, Songgo Rubuh, Super USO, Gob and Friends, Hebring, Heru Show, Kluk Kluk, dan Trio Hantu Cs.

Film-film tersebut sebenarnya sudah beredar di YouTube maupun di media-media sosial lain. Tapi, ada juga yang belum ditayangkan.

Masio penonton yang hadir masih sedikit, acara tetap dimulai tepat pukul 18.30 WIB. Makane ta, Rek. Laen kali ojok telat. Wes gak usum jam karet iku!
Semakin malam, jumlah penonton yang hadir semakin banyak. Mereka bahkan memenuhi ruangan yang berkapasitas 100 orang ini.

Dibuka lagu Indonesia Raya
Acara dibuka oleh Cak Tosan, aktifis film indie Surabaya, yang mengajak penonton berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya. Penonton lantas disuguhi animasi pembacaan teks proklamasi dan pidato Bung Tomo.
Sesi pertama pemutaran animasi menghadirkan lima judul film animasi. Adit & Sopo Jarwo menjadi film animasi pembuka sesi pertama ini.
Film-film yang diputar memiliki teknik yang canggih. Tak cuma itu, penceritaannya yang lucu sukses mengocok perut para penonton. Heru Show menjadi bintang di sesi pertama karena tak henti merangsang gelak tawa.
Setelah sesi berakhir, acara dilanjutkan dengan Rasan-Rasan Animasi yang menyoroti permasalahan dunia animasi tanah air. Cak Tosan kembali naik panggung sebagai moderator.

Rasan-Rasan Animasi, Dari kiri ke kanan: Tosan, Cak Waw, Achmad Rofiq, Hebz, Dennis Adhiswara, Cak Ikin.
Pembicara yang hadir adalah Cak Waw (animator sekaligus sutradara animasi webseries Trio Hantu Cs), Achmad Rofiq (pemilik DGM Animation), Hafshoh “Hebz” Mubarak (sutradara Gob and Friends dari Hompimpa Animation), dan Cak Ikin (kreator animasi Grammar Suroboyo).

Achmad Rofiq membahas belum banyaknya SDM dan tidak adanya industri animasi di Indonesia. Fenomena ini menjadi penyebab kenapa produksi animasi lokal kalah jumlah dibanding animasi luar negeri.
Sementara menurut Hebz, panggilan akrab Hafshoh Mubarak, belum banyak orang “gila” yang mau membuat film animasi. Biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan film animasi sangat banyak. Problem keuangan termasuk menjadi salah satu penyebabnya.
Hampir sama dengan Hebz, Cak Ikin juga mengatakan, pengorbanan yang dikeluarkan para animator sangat banyak. Mulai waktu, tenaga, pikiran, hingga biaya. Sayangnya, hasil yang didapat kerap tidak sebanding dengan pengorbanan itu.
“Ini menjadikan para lulusan animasi ragu terjun di dunia film kartun,” tambah Cak Ikin.
Cak Waw mengkritisi animator yang kurang bisa mendistribusikan dan mengemas karya dengan baik. Sehingga, produk tersenut tidak bisa menghasilkan dari segi bisnis.
“Mereka hanya berpikiran tivi menjadi satu-satunya tempat distribusi. Padahal banyak media sosial seperti YouTube, Facebook, Dailymotion, yang bisa dipakai untuk mendistribusikan karya,” ujarnya.

Menyoroti peran pemerintah
Industri animasi yang belum berkembang, menurut Cak Waw, salah satunya dikarenakan pemerintah belum bisa membuat regulasi yang melindungi animasi lokal.
Cak Tosan mengajukan pertanyaan kenapa animasi lokal masih sepi padahal sekolah animasi di Indonesia sudah banyak?
Rofiq menjelaskan, sebenarnya banyak animator lokal yang menggarap film-film buatan luar.
“Anak-anak animasi di Pacitan ternyata mendapat order menggarap film animasi buatan Malaysia. Ini membuktikan jika sebenarnya kita gak kekurangan SDM. Hanya industri animasi di Indonesia belum ada,” ujar pria yang ikut mengembangkan kurikulum animasi di SMK se-Indonesia ini.
Pembicara yang hadir berpose setelah acara. (Foto: AnimaSub) Rofiq juga menyayangkan stasiun-stasiun tivi yang membuat studio animasi sendiri. Tujuannya, menekan biaya produksi. Akibatnya, animator hanya berstatus tukang atau pekerja.
“Di luar negeri, stasiun tivi dilarang membuat studio animasi. Mereka hanya menayangkan saja,” tambahnya.
Kepedulian pemerintah terhadap industri animasi juga dipertanyakan. Dia mencontohkan, di Jepang, pemerintah mendukung industri ini dengan membeli karya-karya studio animasi. Kemudian, menjualnya ke luar negeri. Salah satu pasarnya, Indonesia.
Langkah ini turut menciptakan efek bola salju. Sebab, Jepang mempunyai tujuan lain.
Yakni, agar masyarakat Indonesia terikat secara psikologis dengan membeli barang-barang Jepang lainnya. Misalnya, sepeda motor, alat rumah tangga, ataupun makanan.
Achmad Rofiq menambahkan, saat bertemu orang-orang di Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), dia pernah menyajikan sebuah ramalan dari Cak Waw yang menyatakan jika suatu saat nanti animasi akan dipakai sebagai alat promosi pariwisata. Ternyata, orang-orang Bekraf juga berpikiran sama.
“Intinya kita harus punya mimpi besar. Jika jepang bermimpi menularkan budaya dan barang industri mereka seperti otomotif dan lain-lain, Indonesia bisa dengan tujuan wisata wisata,” ujar pria asal Pasuruan ini.
Cak Ikin sependapat jika lewat animasi, pemerintah bisa mengangkat pariwisata. Film animasi Grammar Suroboyo buatannya pernah mengangkat gedung Tosan, gedung Tontonan Akhir Pekan untuk pemutaran film, musik, dan bermacam-macam apresiasi seni arek-arek Suroboyo. Banyak orang yang bertanya di mana letak gedung Tosan.
“Padahal, Gedung Tosan itu fiktif. Hehehe…,” kata Cak Ikin sambil terkekeh.

Nasib lulusan sekolah animasi
Hebz memberi fakta memprihatinkan, banyak lulusan animasi yang memilih bekerja di digital printing akibat tidak adanya industri.
“Banyak juga yang memilih menikah setelah lulus,” keluhnya.
Cak Waw menganggap, semua lulusan animasi mempunyai skill mumpuni. Mereka bisa diajak untuk bekerja di bidang animasi. Tak hanya sebagai animator, tapi juga bisa sebagai marketing, penulis cerita, dan lain-lain.
Mengenai tren webseries animasi yang mulai marak di Indonesia, Rofiq menyatakan jika bentuk animasi bisa bermacam-macam. Namun, jangan dilupakan sisi bisnis yang harus digarap serius.
Dia juga menyarankan para animator untuk me-monetize karakter-karakter animasinya dalam bentuk merchandise. Langkah ini bisa mendatangkan penghasilan.
Gelaran ini tambah seru dengan hadirnya CEO Layaria dan Co Founder Kratoon Channel Dennis Adhiswara. Menariknya, dalam kesempatan ini, dia secara resmi meluncurkan saluran khusus kartun bernama Kratoon Channel.

Saluran ini diharapkan menjadi wadah bagi animator-animator dalam negeri mendistribusikan karya dan mengemasnya dari segi bisnis.
Setelah sesi Rasan-rasan ini berakhir, sesi kedua pemutaran animasi dibuka. Film-film animasi dari Kratoon Channel turut dihadirkan. Antara lain, Si Juki, QDJY, Change!, Hebring, dan Budiman. Webseries Trio Hantu Cs season 1 juga diputar secara lengkap

Walhasil, penonton kembali tertawa terbahak-bahak melihat kelucuan-kelucuan yang ditampilkan tiap animasi. Acara berakhir pukul 21.30 WIB setelah sukses membuat perut penonton kram.

Sumber : Maknews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar